Posted By
Abdul Qohar Visioner
di
Senin, Februari 08, 2010
Kategori :
Kewirausahaan
Menjadi entrepteneur sangat tergantung kemampuan kita merekayasa diri.
Menjadi entrepreneur, saya yakin siapapun bisa. Hal ini, sengaja saya ungkap dalam tulisan ini, mengingat di lapangan kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis atau keturunan Cina itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya. Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau bakat.
Saya kira itu bukan satu-satunya. Justru yang benar, menurut saya, anak-anak mereka sejak kecilnya memang telah belajar secara informal tentang bisnis (yang menjadi dunia orang tuanya) dari lingkungan keluarganya terus menerus, dan kemudian merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara berperilaku.
Dalam konteks ini, saya justru berpendapat, meski kita tak ada bakat dagang, bisa saja jadi pedagang atau wirausahawan. Karena itu, janganlah kita merasa rendah diri hanya karena persoalan berbakat atau tidak. Menurut saya, untuk menjadi pengusaha itu juga tak mengenal usia tua atau muda. Kaya atau miskin. Jenius atau tidak. Mahasiswa atau bukan. Sudah sarjana atau belum. Dan, gelar formal seseorang itu, saya kira, bukanlah jaminan atau faktor penentu satu-satunya untuk kita berhasil menjadi pengusaha.
Bahkan, Al Ries, seorang penulis buku: "Positioning: The Battle of Your Mind", ini pernah mengungkapkan, bahwa lebih dari lima puluh persen anggota eksekutif puncak di Mc. Donald's Corporation, ternyata juga tidak bergelar akademis. Namun, mereka mampu meraih kesuksesan yang luar biasa.
Selain itu, untuk menjadi pengusaha itu, juga tidak mengenal etnis. Artinya, etnis apapun bisa menjadi pengusaha yang sukses. Maka, sebaiknya janganlah ada kekhawatiran lainnya yang mungkin masih terbayang dibenak kita atau yang intinya kita "alergi" dengan dunia usaha.
Sebab, sesungguhnya keberhasilan seseorang menjadi pengusaha sangat tergantung pada kemampuan kita untuk merekayasa diri melalui pengalaman hidup di luar keluarga. Misalnya, bisa melalui pendidikan atau pelatihan atau mentoring. Atau bisa juga kita belajar dari pengalaman di lapangan atau istilahnya "universitas kehidupan".
Apalagi, kalau kita juga mampu melaksanakan empat tugas pokok seorang wirausahawan, yakni: tugas kreatif, tugas manajerial, tugas interpersonal, dan tugas kepemimpinan. Hal tersebut tentunya akan lebih memungkinkan lagi bagi kita, untuk lebih bisa meraih keberhasilan dalam karier sebagai pengusaha yang sukses.
Maka, sekali lagi, percayalah pada kemampuan kita. Pemikiran pesimistis yang membuat kita merasa tidak mampu menjadi pengusaha, itu harus kita buang jauh-jauh. Sebaliknya, kita tidak hanya yakin sekadar bisa menjadi pengusaha, tapi kita pun akan semakin yakin dan mampu menjadi pengusaha yang sukses.
Saya yakin, dengan kita bersikap begitu, pasti selalu ada jalan untuk menjadi pengusaha yang sukses. Itu ibarat air yang tak akan mulai mengalir kalau krannya belum diputar. Anda berani mencoba?
Menjadi entrepreneur, saya yakin siapapun bisa. Hal ini, sengaja saya ungkap dalam tulisan ini, mengingat di lapangan kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis atau keturunan Cina itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya. Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau bakat.
Saya kira itu bukan satu-satunya. Justru yang benar, menurut saya, anak-anak mereka sejak kecilnya memang telah belajar secara informal tentang bisnis (yang menjadi dunia orang tuanya) dari lingkungan keluarganya terus menerus, dan kemudian merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara berperilaku.
Dalam konteks ini, saya justru berpendapat, meski kita tak ada bakat dagang, bisa saja jadi pedagang atau wirausahawan. Karena itu, janganlah kita merasa rendah diri hanya karena persoalan berbakat atau tidak. Menurut saya, untuk menjadi pengusaha itu juga tak mengenal usia tua atau muda. Kaya atau miskin. Jenius atau tidak. Mahasiswa atau bukan. Sudah sarjana atau belum. Dan, gelar formal seseorang itu, saya kira, bukanlah jaminan atau faktor penentu satu-satunya untuk kita berhasil menjadi pengusaha.
Bahkan, Al Ries, seorang penulis buku: "Positioning: The Battle of Your Mind", ini pernah mengungkapkan, bahwa lebih dari lima puluh persen anggota eksekutif puncak di Mc. Donald's Corporation, ternyata juga tidak bergelar akademis. Namun, mereka mampu meraih kesuksesan yang luar biasa.
Selain itu, untuk menjadi pengusaha itu, juga tidak mengenal etnis. Artinya, etnis apapun bisa menjadi pengusaha yang sukses. Maka, sebaiknya janganlah ada kekhawatiran lainnya yang mungkin masih terbayang dibenak kita atau yang intinya kita "alergi" dengan dunia usaha.
Sebab, sesungguhnya keberhasilan seseorang menjadi pengusaha sangat tergantung pada kemampuan kita untuk merekayasa diri melalui pengalaman hidup di luar keluarga. Misalnya, bisa melalui pendidikan atau pelatihan atau mentoring. Atau bisa juga kita belajar dari pengalaman di lapangan atau istilahnya "universitas kehidupan".
Apalagi, kalau kita juga mampu melaksanakan empat tugas pokok seorang wirausahawan, yakni: tugas kreatif, tugas manajerial, tugas interpersonal, dan tugas kepemimpinan. Hal tersebut tentunya akan lebih memungkinkan lagi bagi kita, untuk lebih bisa meraih keberhasilan dalam karier sebagai pengusaha yang sukses.
Maka, sekali lagi, percayalah pada kemampuan kita. Pemikiran pesimistis yang membuat kita merasa tidak mampu menjadi pengusaha, itu harus kita buang jauh-jauh. Sebaliknya, kita tidak hanya yakin sekadar bisa menjadi pengusaha, tapi kita pun akan semakin yakin dan mampu menjadi pengusaha yang sukses.
Saya yakin, dengan kita bersikap begitu, pasti selalu ada jalan untuk menjadi pengusaha yang sukses. Itu ibarat air yang tak akan mulai mengalir kalau krannya belum diputar. Anda berani mencoba?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar